Judul Buku : Kronologis Perjuangan Terhadap Tanah Milik Keluarga natkime – Magal (Di Areal Pertambangan PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua)
Penulis : AHAD SYAIFUL
Jumlah Halaman : 89 hal
Harga : 150 K
Bagi negara dan Masyarakat Indonesia, rancangan “Hak ulayat” akan terus relevan dengan masanya. Tidak hanya untuk masa terdahulu saja, tetapi juga berlaku untuk waktu sekarang dan masa yang akan datang.
Perjalanan pengakuan hukum hak atas tanah ulayat memang terlalu rumit dalam menyelesaikan pengaturan sengketa dan konflik pertanahan. Selain itu, faktornya adakalnya adalah persaingan kepentingan di antara anggota masyarakat dan perubahan strategi mereka dalam menghadapi konflik dan sengketa klaim tanah yang dihadapi.
Dalam dokumen Nawacita yang pernah dilansir Presiden Joko Widodo, terkandung agenda pengaturan pengakuan hak-hak masyarakat adat. Kita memasuki babak terakhir pemenuhan janji Nawacita itu. Dalam pidato di pembukaan acara Gugus Tugas Reforma Agraria, GTRA Summit di Wakatobi, 9 Juni 2022, Presiden telah memberi kritik dan otokritik yang keras, bahwa ego-sektoralisme adalah musuh bersama, yang ia telah ingatkan jauh hari sebelumnya.
Dengan menyadari adanya inisiatif-inisiatif sektoral, termasuk dari Kementerian LHK, penatausahaan yang menyeluruh atas tanah dan hak ulayat dari masyarakat hukum adat sungguh mendesak untuk dilakukan. Amanat UU Pokok Agraria (UUPA) No 5/1960 (Pasal 19) memerintahkan pemerintah untuk mendaftar seluruh bidang tanah yang ada.
Pendaftaran tanah itu bertujuan untuk menciptakan kepastian hukum atas bidang-bidang tanah yang bersangkutan, termasuk melalui proses kadastral terhadap bidang-bidang tanah hak ulayat yaitu pengukuran, pemetaan dan pencatatan dalam daftar tanah.
Kendala-kendala berkenaan objek hak yang akan didaftar, subjek pemegang hak atas obyek yang didaftar, dan skema-skema haknya, sesungguhnya bukanlah tantangan yang tidak bisa diatasi dengan kompetensi sumber daya manusia, teknologi dan pengaturan kelembagaan pemerintah.
Buku sejarah “Kronologis Perjuangan Terhadap Tanah Milik Keluarga natkime – Magal di Areal Pertambangan PT. Freeport Indonesia di Tembagapura, Papua” adalah bagian wujud ikhtiar anak negeri yang berjuang dalam rangka mencari keadilan dan kebenaran. Sekalipun waktu terus berjalan, namun semangat perjuangan Masyarakat Papua -khususnya- Suku Amungme dan sekitarnya. mereka percaya,
PT. Freeport Indonesia suatu saat akan lebih memperhatikan dan menunaikan apa yang telah di janjikan dan membawa kabar baik untuk para generasi setelahnya, dan mereka selalu berharap, ada perubahan dan masa depan yang cerah, Cahaya baru kesejahteraan, tidak cukup hanya dari segi ekonomi, begitu juga pelayanan akan hak kebutuhan akan Pendidikan, kesehatan, sosial dan budaya.###